Selasa, 21 Juni 2011

Shuttleworth: Distribusi Kekuasaan Di Ekosistem FLOSS

Pendiri distribusi Linux Ubuntu, Mark Shuttleworth menulis pandangannya tentang distribusi kekuasaan di lingkungan FLOSS. Tulisan Blog yang cukup rinci dan mengundang diskusi kontroversial diantara pakar terutama dalam upaya menemukan model bisnis yang ideal untuk FLOSS. Menurut Mark, diperlukan kekuatan tertentu untuk menghasilkan produk Open Source yang sukses, dan untuk itu timbul pertanyaan, apa saja yang sebaiknya dilakukan agar Open Source bisa memiliki sebuah organisasi yang kuat.

Berdasarkan pantauannya di dunia nyata, telah terjadi persaingan banyak organisasi yang memperjuangkan kekuasaan. Menurut Shuttleworth, bila tidak melakukan sesuatu, maka akan terjadi konsentrasi kekuasaan sampai menjurus kepada sebuah monopoli. Karena itu, berbagai organisasi sebaiknya mengupayakan agar senantiasa saling mengimbanginya.

Semua harus didorong agar terjadi inovasi. Kekuasaan yang absolut, menurut Shuttleworth tidak baik, karena tidak lagi ada upaya untuk sebuah inovasi. Sebaliknya, terlalu banyak persaingan dan fragmentasi juga tidak mendukung inovasi. Sebagai contoh, Shuttleworth mengacu pada pasar PC Windows. Semua pembuat hardware PC pada prinsipnya dengan marjin laba yang tipis, mau tidak mau harus tunduk terhadap kompatibilitas Windows dan keadaan seperti itu dengan sendirinya membatasi ruang untuk inovasi.

Di ekosistem Open Source (dan FLOSS), kekuasaan terurai di proyek-proyek distribusi dan pengembangan paket software aplikasi (Upstreams). Dilihat dari omzet yang dihasilkan dua kelompok itu, maka tidak diragukan bahwa proyek Distro telah memperoleh posisi yang lebih menguntungkan ketimbang proyek-proyek program aplikasi. Khususnya dalam kasus distro Red Hat, diperkirakan Red Hat telah menguasai sekitar 80% omzet dari gabungan semua distribusi Linux yang ada termasuk Novell (SUSE Linux Enterprise) dan lainnya. Melihat hal itu, menurut Shuttleworth penting untuk melakukan sesuatu agar Red Hat nantinya tidak menjadi terlalu berkuasa.

Sangat menarik bagi Shuttleworth adalah tentang rasio terhadap proyek-proyek Upstream. Bila dibandingkan distribusi lainnya , Ubuntu ditargetkan tidak semata untuk pekerja TI saja, melainkan adalah terutama untuk pengguna akhir non-TI. Hal itu menurut Shuttleworth dapat diartikan, bahwa Ubuntu lebih mementingkan agar software-software aplikasi memiliki kualitas lebih sempurna. Banyak sekali software aplikasi yang dilihat dari kacamata pengguna sepertinya belum jadi. Saat ini, pengembang masing-masing distro yang melakukan penyempurnaan terhadap software upstream. Jadi, diperlukan sokongan lebih banyak untuk proyek-proyek Upstream agar bisa melakukan peningkatan dan menyempurnakannya. Dengan kata lain, dibutuhkan lebih banyak proyek-proyek yang menerima dana cukup agar mampu membayar pengembang secara fulltime, seperti pada proyek-proyek Mozilla, MySQL, Qt atau OpenStacks. Dan yang lebih penting lagi dari pada urusan pendanaan, menurut Shuttleworth adalah dalam hal organisasi yang setelah terbentuk lebih banyak mengurusi soal birokrasi saja.

Sejauh ini Shuttleworth memaparkan situasi, harapan dan melemparkan sejumlah pertanyaan. Untuk pertanyaan, apa saja yang dapat dilakukan oleh Canonical untuk memperkuat proyek-proyek tersebut, secara spontan telah menerima banyak opini dari sejumlah pakar di lingkungan FLOSS, beberapa diantaranya telah mempertanyakan pandangan Shuttleworth tersebut. Bradley Kuhn dari FSF, misalnya mengkritik anggapan bahwa kegagalan sebuah organisasi di lingkungan FLOSS terletak pada urusan birokrasi.

Contoh yang diambil dalam diskusi adalah proyek seperti GIMP atau Ardour, yang jelas-jelas difokuskan untuk pengguna akhir dan masih "berdarah-darah" dalam menerapkan model bisnis FLOSS. Proyek dengan model bisnis yang umum digunakan di lingkungan FLOSS terjebak pada kendala ketidakmampuan menjual, baik sebagai distribusi maupun layanan atau support dengan imbalan yang memadai, sementara penerapan lisensi dual juga sulit atau tidak mungkin, sedangkan penerimaan dari sumbangan (donation) pada umumnya sangat minimal. Cukup membuka wawasan adalah pendapat dari Dave Neary yang menyebutkan bahwa banyak pengguna software bebas yang telah memanfaatkannya untuk pekerjaan profesional bersedia mendukung software seperti itu.

(Catatan Red.: Proyek LibreOffice dapat dijadikan contoh betapa cepatnya menggalang dukungan /dana yang melampaui target setelah pengguna yang bergantung dengan OpenOffice.org merasa terancam oleh prilaku Oracle. Karena tidak berhasil dikomersialisasikan, proyek OpenOffice.org yang saat ini masih jalan ditempat, kemudian OpenOffice.org dihibahkan kepada yayasan ASF, dan LibreOffice yang tumbuh lebih cepat telah meninggalkan OpenOffice.org)

Mark Shuttleworth berjanji akan merangkum hasil diskusi di posting mendatang.