Capaware adalah sebuah "framework" atau kerangka kerja bebas yang memungkinkan sebuah wilayah dimodelkan dalam 3D. Data untuk melengkapinya adalah berupa kondisi lingkungan seperti angin, kelembaban dan vegetasi. Berdasarkan semua itu, secara real-time Capaware dapat membuat prakiraan bagaimana api berkembang dan peningkatan intensitasnya.
Capaware dikembangkan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Profesor Jose Pablo Suarez di Institut Kartografi dan rekayasa Desain Grafis dari University of Las Palmas de Gran Canaria. Dalam pengembangan software itu juga dilibatkan Institut Teknologi Kepulauan Canary dan beberapa perusahaan swasta. Menurut Suárez, data yang dipreparasi atau dapat disediakan oleh Capaware sangat penting untuk memprediksi kejadian seperti kebakaran hutan dan membantu untuk mengelola dan mengendalikan kebakaran yang terjadi, terutama dalam cuaca panas.
Software Capaware yang dirilis di bawah lisensi bebas GPL, telah digunakan oleh pusat operasi dan koordinasi pulau di Cabildo de La Palma. Staf disini mensimulasikan api menggunakan perangkat lunak tersebut agar pendayagunaan manusia dan material dapat dilatih dalam kondisi yang realistis. Disamping untuk menganalisa dan memprediksi kebakaran hutan, Capaware juga dapat digunakan untuk perencanaan perkotaan, pariwisata, pendidikan, termasuk simulasi pengembangan infrastruktur dan bencana alam, dan banyak bidang lainnya.
Aplikasi open source Capaware dibuat mengguanakan bahasa pemrograman C++ dan mengintegrasikan teknologi open source lainnya seperti OpenSceneGraph, wxWidgets, Curl dan Boost. Status penerbitan saat ini sebagai kandidat rilis kedua, Capaware tersedia sebagai kode sumber dan installer Windows siap untuk diunduh. Paket binari untuk platform Linux dijanjikan akan tersedia dalam waktu dekat.
Tampilkan postingan dengan label GreenICT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GreenICT. Tampilkan semua postingan
Kamis, 14 Juli 2011
Rabu, 13 Juli 2011
Peneliti ITB Ciptakan Lentera Pintar
Tim peneliti di Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan sistem lampu jalan pintar, yang secara otomatis bisa mati bila jalanan tidak dilintasi kendaraan. Dengan sistem seperti itu, diperhitungkan cukup banyak cadangan listrik yang bisa dihemat.
Tim peneliti yang terdiri dari Suprijadi, Thomas Muliawan, dan Sparisoma Viridi yang melakukan uji coba menggunakan kamera video, komputer, dan mobil mainan sebagai prototipe. Sistem dapat mendeteksi pergerakan mobil dengan akurasi 91 persen pada kecepatan 0.9 meter per detik dan pada kecepatan 1.32 meter per detik akurasi menurun menjadi 77 persen.
Menurut Tech Review yang meliput penelitian dari Bandung ini, disebutkan bahwa teknologi yang dikembangkan merupakan langkah maju untuk menuju sistem penerangan yang lebih efisien. Dalam laporan yang sama disebutkan bahwa sistem seperti ini dapat mengurangi konsumsi energi di kota-kota besar di seluruh dunia. Penerangan jalan di ibukota Jakarta misalnya memerlukan 200.000 bohlam dan menelan biaya listrik tak kurang dari 140 miliar rupiah per tahun (2007). Menindaklanjuti penelitian yang masih dalam tahap awal ini, tim peneliti akan terus menerus mencari cara agar dapat merealisasikan sistem lampu hemat enerji ini.
Hal yang masih menjadi bagian dari penelitian adalah masalah keselamatan di jalan. Misalnya, harus diketahui bagaimana pengaruh sistem seperti itu terhadap perilaku pengemudi, apakah bisa mengatasi pengendara sepeda motor dan pengendara sepeda yang wira-wiri disekitar mobil, dan bagaimana hal itu akan akan mempengaruhi pejalan kaki dan penduduk disekitarnya setelah hadirnya lampu "byar..pet" alias "nyala mati".
Tim peneliti yang terdiri dari Suprijadi, Thomas Muliawan, dan Sparisoma Viridi yang melakukan uji coba menggunakan kamera video, komputer, dan mobil mainan sebagai prototipe. Sistem dapat mendeteksi pergerakan mobil dengan akurasi 91 persen pada kecepatan 0.9 meter per detik dan pada kecepatan 1.32 meter per detik akurasi menurun menjadi 77 persen.
Menurut Tech Review yang meliput penelitian dari Bandung ini, disebutkan bahwa teknologi yang dikembangkan merupakan langkah maju untuk menuju sistem penerangan yang lebih efisien. Dalam laporan yang sama disebutkan bahwa sistem seperti ini dapat mengurangi konsumsi energi di kota-kota besar di seluruh dunia. Penerangan jalan di ibukota Jakarta misalnya memerlukan 200.000 bohlam dan menelan biaya listrik tak kurang dari 140 miliar rupiah per tahun (2007). Menindaklanjuti penelitian yang masih dalam tahap awal ini, tim peneliti akan terus menerus mencari cara agar dapat merealisasikan sistem lampu hemat enerji ini.
Hal yang masih menjadi bagian dari penelitian adalah masalah keselamatan di jalan. Misalnya, harus diketahui bagaimana pengaruh sistem seperti itu terhadap perilaku pengemudi, apakah bisa mengatasi pengendara sepeda motor dan pengendara sepeda yang wira-wiri disekitar mobil, dan bagaimana hal itu akan akan mempengaruhi pejalan kaki dan penduduk disekitarnya setelah hadirnya lampu "byar..pet" alias "nyala mati".
Langganan:
Postingan (Atom)