Dewan pertimbangan wilayah Puglia di Italia mengesahkan undang-undang yang mengharuskan penggunaan perangkat lunak bebas dan standar terbuka untuk administrasi publik. Undang-undang yang telah diberlakukan tersebut, diusulkan diperdebatkan tahun 2010 lalu.
Dengan penggunaan lebih banyak perangkat lunak bebas di sektor pemerintahan, dewan berharap bisa melakukan penghematan sebesar satu juta euro setiap tahunnya, disamping akan membuka peluang bisnis untuk usaha kecil dan menengah. Menggunakan undang-undang tersebut, dewan juga akan menyediakan dana untuk membiayai proyek perangkat lunak open-source untuk akademisi dan komersial selama tiga tahun ke depan.
Undang-undang tersebut diusulkan tahun lalu oleh Nichi Vendola, ketua wilayah sekaligus ketua Partai Kebebasan Ekologi (Sinistra Ecologia Libertà), dan salah satu anggota dewan Nicola Fratoianni. Keduanya adalah pemrakarsa undang-undang dan pada sebuah konferensi pers bulan Juli lalu mengungkapkan: "Perangkat lunak bebas merupakan peluang penting bagi pemerintah dan warganya untuk mewujudkan hak-hak mereka dalam berkomunikasi dan mendapatkan informasi, disamping untuk mencegah hak-hak tersebut dibajak oleh perusahaan besar, yang memaksa kita untuk membayar akses ke komunikasi dan informasi...".
Pimpinan Red Hat untuk Italia: Gianni Anguilletti, berdasarkan pemberitaan yang dikutip dari Computerworld Italy benar-benar merasa senang atas undang-undang baru tersebut: "Perangkat lunak jenis ini tidak hanya membantu untuk mengurangi biaya, namun juga memberikan kesempatan untuk kualitas layanan yang lebih baik dan lebih efisien.."
Tampilkan postingan dengan label License. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label License. Tampilkan semua postingan
Senin, 01 Agustus 2011
Senin, 11 Juli 2011
OHL: Lisensi Open Source Untuk Hardware

Pusat penelitian tenaga inti Eropa (CERN) menerbitkan lisensi versi 1.1 dari Open Hardware Licence (OHL). Bersamaan dengan peluncuran, dimulai sebuah inisiatif "Open Hardware Initiative", yang memungkinkan peneliti atau pengembang di CERN dan siapa saja membebaskan desain perangkat keras mereka untuk dimanfaatkan publik.
Versi 1.0 dari lisensi pembebasan hardware ini, telah diperkenalkan pada bulan Maret 2011 lalu, namun saat itu dirilis sebagai konsep, kemudian resminya kini dirilis sebagai versi 1.1. Open Hardware Licence (OHL) 1.1 adalah sebuah lisensi yang berlaku untuk dokumentasi desain hardware dan yang pada hakekatnya adalah sehati dengan jenis lisensi GPL. Memanfaatkan dan menyebarluaskan dokumentasi desain berlisensi OHL diperbolehkan, seperti halnya di GPL, baik tanpa maupun dengan modifikasi, selama tulisan tentang informasi Copyright tidak dihapus, dan hasil modifikasinya juga diteruskan atau dibebaskan menggunakan lisensi yang sama (OHL). Pemilik desain berslisensi OHL, membebaskannya tanpa mengenakan biaya lisensi (bebas Pungli), termasuk semua hak atas paten yang terkandung secara non-ekslusif untuk desain hardware tersebut.
Sebagaimana telah diumumkan oleh CERN, disebutkan bahwa sejak bulun Maret lalu tersedia Open Hardware Repository (OHR), yaitu lumbung penyimpanan koleksi dari disain yang menganut lisensi OHL untuk dimafaatkan pengembang disain elektronika lebih lanjut. Disain Hardware yang saat ini telah tersedia mencakup sejumlah sistem elektronika dan komputer terutama untuk peneliti bidang Fisika. Diantaranya berkaitan dengan sistem akuisisi data, sistem pengendalian, sistem jaringan dan lainnya.
Contoh dokumentasi desain yang dicakup sebagai dokumentasi hardware, antara lain adalah skema diagram, sketsa, tata letak sirkuit atau papan sirkuit, gambar, desain mekanik, flow chart, teks penjelasan serta materi penjelasan lainnya. Sedangkan yang tidak dicakup dibawah OHL adalah firmware yang mungkin diperlukan, dan perangkat keras itu sendiri tanpa perlu alasan yang jelas. Memproduksi desain hardware berdasarkan OHL adalah bebas dan tidak dikenakan biaya lisensi.
Peneliti di CERN mengakui bahwa inisitif tersebut diilhami oleh keberhasilan dari lisensi bebas GPL yang berlakukan untuk kernel Linux dan mendapat dukungan secara luas oleh para pengembang relawan dari seluruh dunia.
Senin, 27 Juni 2011
The Power of Open by Creative Commons
Organisasi "Creative Commons" menerbitkan sebuah buku yang menggarisbawahi keberhasilan sebuah lisensi merdeka.
Sekitar sepuluh tahun lampau, berdiri sebuah organisasi nirlaba Creative Commons (CC) dan berhasil mendefinisikan sebuah lisensi yang memiliki kesetaraan dengan lisensi sumber terbuka seperti Free Software Foundation dan lainnya. Lisensi Creative Commons tidak khusus untuk software, melainkan untuk karya-karya kreatifitas seperti gambar, foto, video, tulisan, dan musik. Tujuan utama lisensi CC adalah untuk memberikan perlindungan lebih luas kepada pengguna dibandingkan dengan ketentuan Copyright.
Lisensi-lisensi yang dicakup CC, memberikan pilihan yang dapat membatasi hanya suatu (atau tidak ada sama sekali) hak atas sebuah karya atau pemberlakuan hak secara bertingkat dan dapat disesuaikan dengan kondisi dan peraturan setempat.
Menurut pernyataan organisasi ini, lisensi CC telah menyulut ledakan dalam hal jumlah karya bebas yang tersedia di Internet. Jumlah karya yang mengadopsi CC saat ini diperkirakan sekitar 400 juta karya, diantaranya bahkan termasuk hasil riset dan kursus atau materi kuliah perguruan tinggi. Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan Creative Commons secara luas, tidak sedikit terjadi suka duka, dan terutama kisah-kisah sukses.
Untuk itu Creative Commons telah menerbitkan sebuah buku yang memaparkan tentang kisah-kisah sukses seputar lisensi Creative Commons. Buku "The Power of Open" setebal 47 halaman, diterbitkan berupa berkas elektronik [PDF=11.45MB] bebas dunduh mengadopsi lisensi CC dengan batasan penyebutan nama author saja.
Sekitar sepuluh tahun lampau, berdiri sebuah organisasi nirlaba Creative Commons (CC) dan berhasil mendefinisikan sebuah lisensi yang memiliki kesetaraan dengan lisensi sumber terbuka seperti Free Software Foundation dan lainnya. Lisensi Creative Commons tidak khusus untuk software, melainkan untuk karya-karya kreatifitas seperti gambar, foto, video, tulisan, dan musik. Tujuan utama lisensi CC adalah untuk memberikan perlindungan lebih luas kepada pengguna dibandingkan dengan ketentuan Copyright.
Lisensi-lisensi yang dicakup CC, memberikan pilihan yang dapat membatasi hanya suatu (atau tidak ada sama sekali) hak atas sebuah karya atau pemberlakuan hak secara bertingkat dan dapat disesuaikan dengan kondisi dan peraturan setempat.
Menurut pernyataan organisasi ini, lisensi CC telah menyulut ledakan dalam hal jumlah karya bebas yang tersedia di Internet. Jumlah karya yang mengadopsi CC saat ini diperkirakan sekitar 400 juta karya, diantaranya bahkan termasuk hasil riset dan kursus atau materi kuliah perguruan tinggi. Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan Creative Commons secara luas, tidak sedikit terjadi suka duka, dan terutama kisah-kisah sukses.
Untuk itu Creative Commons telah menerbitkan sebuah buku yang memaparkan tentang kisah-kisah sukses seputar lisensi Creative Commons. Buku "The Power of Open" setebal 47 halaman, diterbitkan berupa berkas elektronik [PDF=11.45MB] bebas dunduh mengadopsi lisensi CC dengan batasan penyebutan nama author saja.
Kamis, 02 Juni 2011
Android Untungkan Microsoft 5 Kali Lebih Banyak
Berdasarkan laporan analis Walter Pritchard dari Citibank, Microsoft diduga menerima pendapatan dari penjualan smartphone Android buatan HTC berupa pungutan lisensi sebesar 5 dollar per hape dan pemasok smartphone lainnya barangkali dipungut lebih tinggi atau paling tidak sama.
Dengan perhitungan bahwa jumlah smartphone Android besutan HTC terjual sebanyak 30 juta buah, maka penerimaan dari HTC saja diduga telah mencapai 150 juta dollar atau lima kali dari jumlah penerimaan yang dihasilkan dengan penjualan Windows Phone 7 yang diperkirakan jumlahnya sebanyak 2 juta buah.
Memang diakui bahwa Android berlandasan Linux telah menguasai pasar smartphone di Amerika, terdepan diantara sistem operasi mobile yang ada saat ini dan secara teoretis seharusnya bebas pungutan lisensi (pungli), namun Microsoft lebih cepat tanggap dan menemukan bahwa smartphone yang ditanamkan Android telah mengandung banyak komponen yang di USA hak paten-nya telah didaftarkan oleh Microsoft sebagai pemiliknya.
Agar tidak dituntut, sudah sejak lebih dari satu tahun HTC menandatangani perjanjian dan membayar pungutan yang disepakati. Hal yang sama disusul oleh pembuat smartphone Android lainnya dan bila tidak, mereka terancam diseret ke meja hijau. Kasus yang dialami toko buku Barnes & Noble berkaiten dengan Android merinci bagaimana sebuah proses negosiasi perjanjian semacam itu berlangsung.
Studi dari Citibank yang tidak merinci lebih detil tentang pembayaran yang dilakukan oleh HTC untuk memenuhi perjanjian tersebut, menduga bahwa Microsoft belum puas dengan tarif yang disepakati sebelumnya dan untuk pemasok smartphone Android lainnya mematok tarif lebih tinggi, namun dugaan seperti itu dalam kasus dengan HTC, seperti dikutip dari pemberitaan Bloomberg ternyata tidak dapat dikonfirmasi.
Semetara itu Business Insider menjebutkan hal yang sedikit berbeda dan mengidikasikan bahwa HTC bukan satu-satunya perusahan yang membayar pungli untuk pemanfaatan Android dan mengutip laporan yang diterbitkan Pritchards menyebutkan tarif lisensi antara 7,50 sampai 12,50 dollar untuk setiap perangkat Android.
Sebuah analisa yang dilakukan Florian Müller di Blognya Foss Patents menyebutkan bahwa dari 44 pertikaian atau tuntutan sejak Maret 2010 terkait dengan Android dan Google ditemukan hal yang spesial, bahwa bukannya "patent-trolls" menjadi inti permasalahan, melainkan raksasa TI seperti Microsoft, Oracle dan Apple diduga ingin menghasilkan uang dari hak atas pungutan lisensi terhadap Android.
Dengan perhitungan bahwa jumlah smartphone Android besutan HTC terjual sebanyak 30 juta buah, maka penerimaan dari HTC saja diduga telah mencapai 150 juta dollar atau lima kali dari jumlah penerimaan yang dihasilkan dengan penjualan Windows Phone 7 yang diperkirakan jumlahnya sebanyak 2 juta buah.
Memang diakui bahwa Android berlandasan Linux telah menguasai pasar smartphone di Amerika, terdepan diantara sistem operasi mobile yang ada saat ini dan secara teoretis seharusnya bebas pungutan lisensi (pungli), namun Microsoft lebih cepat tanggap dan menemukan bahwa smartphone yang ditanamkan Android telah mengandung banyak komponen yang di USA hak paten-nya telah didaftarkan oleh Microsoft sebagai pemiliknya.
Agar tidak dituntut, sudah sejak lebih dari satu tahun HTC menandatangani perjanjian dan membayar pungutan yang disepakati. Hal yang sama disusul oleh pembuat smartphone Android lainnya dan bila tidak, mereka terancam diseret ke meja hijau. Kasus yang dialami toko buku Barnes & Noble berkaiten dengan Android merinci bagaimana sebuah proses negosiasi perjanjian semacam itu berlangsung.
Studi dari Citibank yang tidak merinci lebih detil tentang pembayaran yang dilakukan oleh HTC untuk memenuhi perjanjian tersebut, menduga bahwa Microsoft belum puas dengan tarif yang disepakati sebelumnya dan untuk pemasok smartphone Android lainnya mematok tarif lebih tinggi, namun dugaan seperti itu dalam kasus dengan HTC, seperti dikutip dari pemberitaan Bloomberg ternyata tidak dapat dikonfirmasi.
Semetara itu Business Insider menjebutkan hal yang sedikit berbeda dan mengidikasikan bahwa HTC bukan satu-satunya perusahan yang membayar pungli untuk pemanfaatan Android dan mengutip laporan yang diterbitkan Pritchards menyebutkan tarif lisensi antara 7,50 sampai 12,50 dollar untuk setiap perangkat Android.
Sebuah analisa yang dilakukan Florian Müller di Blognya Foss Patents menyebutkan bahwa dari 44 pertikaian atau tuntutan sejak Maret 2010 terkait dengan Android dan Google ditemukan hal yang spesial, bahwa bukannya "patent-trolls" menjadi inti permasalahan, melainkan raksasa TI seperti Microsoft, Oracle dan Apple diduga ingin menghasilkan uang dari hak atas pungutan lisensi terhadap Android.
Selasa, 21 Desember 2010
Pengembang LibreOffice dan KDE Gabung Open Invention Network
Document Foundation, yaitu yayasan dibelakang proyek pengembangan suit office Libreoffice telah bergabung dengan Open Invention Network (OIN) menyusul Mozilla dan yayasan Gentoo. Disamping Document Foundation, juga disebutkan bahwa KDE telah berbondong masuk menjadi anggota OIN.
OIN adalah jejaring paten (Patent Pool) beranggotakan perusahan seperti Novell, Philips, Sony, IBM, Red Hat dan Mozilla dan kini juga termasuk Document Foundation yang mengelola proyek LibreOffice sebagai penerus atau cabang Openoffice.org yang menjamin kebebasan sepenuhnya.
Open Invention Network (OIN) didirikan di tahun 2005 sebagai sebuah perusahan yang mengelola dan menyediakan Paten-paten bebas kepada perusahan atau organisasi yang memerlukannya dengan perjanjian tidak akan menggunakan paten milik mereka tersebut untuk melawan atau menyulitkan Linux.
Bersama dengan keanggotaan itu, yayasan Document Foundation berhak untuk memanfaatkan paten-paten yang dikelola OIN. Perusahan yang menyumbangkan hak patennya termasuk Novell yang juga telah dimanfaatkan Openoffice.org. Institusi lain termasuk yayasan Gnome, Canonical dan Fluendo telah menjadi anggota OIN, disamping perorangan yang dibolehkan menjadi anggota. Perjanjian pemanfaatan paten yang dikelola OIN tidak terbatas, tidak peduli apabila perusahan anggota OIN telah dijual kepada pihak ketiga.
OIN adalah jejaring paten (Patent Pool) beranggotakan perusahan seperti Novell, Philips, Sony, IBM, Red Hat dan Mozilla dan kini juga termasuk Document Foundation yang mengelola proyek LibreOffice sebagai penerus atau cabang Openoffice.org yang menjamin kebebasan sepenuhnya.
Open Invention Network (OIN) didirikan di tahun 2005 sebagai sebuah perusahan yang mengelola dan menyediakan Paten-paten bebas kepada perusahan atau organisasi yang memerlukannya dengan perjanjian tidak akan menggunakan paten milik mereka tersebut untuk melawan atau menyulitkan Linux.
Bersama dengan keanggotaan itu, yayasan Document Foundation berhak untuk memanfaatkan paten-paten yang dikelola OIN. Perusahan yang menyumbangkan hak patennya termasuk Novell yang juga telah dimanfaatkan Openoffice.org. Institusi lain termasuk yayasan Gnome, Canonical dan Fluendo telah menjadi anggota OIN, disamping perorangan yang dibolehkan menjadi anggota. Perjanjian pemanfaatan paten yang dikelola OIN tidak terbatas, tidak peduli apabila perusahan anggota OIN telah dijual kepada pihak ketiga.
Sabtu, 18 Desember 2010
Industri Amerika Ingin Perketat Penegakan HKI di Wilayah Pasifik
Industri di Amerika (US) menginginkan perlindungan hak cipta di wilayah Pasifik lebih diperketat terutama terhadap produk (tak bewujud) hasil ciptaan perusahan Amerika. Hal tersebut diungkapkan berdasarkan bocoran dokuman yang dimuat disitus sebuah organisasi sipil Knowledge Ecology International (KEI). Dokumen mengandung draf untuk bahan pertimbangan berasal dari koalisi industri di US yang disampaikan kepada pemerintah Obama dalam kaitannya dengan negosiasi kesepakatan Asia-Pacific trade agreement atau lebih dikenal sebagai Trans-Pacific Partnership (TPP) Agreement dan berlangsung sejak awal tahun 2010.
Grup pelobi yang beranggotakan Motion Picture Association of America (MPAA), Kamar Dagang Amerika dan Asosiasi Produsen Pharmasi Amerika dengan demikian menginginkan agar memperketat penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta dan paten software di wilayah (Asia)-Pasifik.
Pembicaraan tersebut merupakan bagian dari bahasan dalam lingkup tema "Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual" secara luas. Negara-negara yang terkait saat ini termasuk antara lain adalah Australia, Brunei, Chile, Malaysia, Selandia Baru, Peru, Singapura dan Vietnam.
Andaikan tuntutan yang dirinci di berkas setebal sembilan halaman tersebut dipenuhi, maka hasil kesepakatan tidaklah sekedar meliputi perjanjian yang tertera di Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) yang mencakup perlindungan di Internet dan penambahan proteksi untuk sistem manajemen hak digital (DRM) saja.
Lebih dari itu, keinginan industri juga akan meliputi wilayah yang lebih luas termasuk yang banyak diperdebatkan yaitu seputar diskusi perjanjian ACTA (Anti-Counterfeiting Trade Agreement). Salah satu contoh kongkrit adalah permintaan agar mengkriminalisasikan para perekaman video menggunakan Camcordern atau Ponsel di bioskop, sementara kasus seperti ini menurut ACTA hanya sebuah opsi.
Grup pelobi yang beranggotakan Motion Picture Association of America (MPAA), Kamar Dagang Amerika dan Asosiasi Produsen Pharmasi Amerika dengan demikian menginginkan agar memperketat penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta dan paten software di wilayah (Asia)-Pasifik.
Pembicaraan tersebut merupakan bagian dari bahasan dalam lingkup tema "Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual" secara luas. Negara-negara yang terkait saat ini termasuk antara lain adalah Australia, Brunei, Chile, Malaysia, Selandia Baru, Peru, Singapura dan Vietnam.
Andaikan tuntutan yang dirinci di berkas setebal sembilan halaman tersebut dipenuhi, maka hasil kesepakatan tidaklah sekedar meliputi perjanjian yang tertera di Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) yang mencakup perlindungan di Internet dan penambahan proteksi untuk sistem manajemen hak digital (DRM) saja.
Lebih dari itu, keinginan industri juga akan meliputi wilayah yang lebih luas termasuk yang banyak diperdebatkan yaitu seputar diskusi perjanjian ACTA (Anti-Counterfeiting Trade Agreement). Salah satu contoh kongkrit adalah permintaan agar mengkriminalisasikan para perekaman video menggunakan Camcordern atau Ponsel di bioskop, sementara kasus seperti ini menurut ACTA hanya sebuah opsi.
Senin, 18 Oktober 2010
Penegakan HKI di Indonesia Digalakkan
Surat himbauan Menpan dengan target agar segenap jajaran pemerintahan sampai dengan akhir 2011 menggunakan software legal telah membuka peluang untuk pemanfaatan FOSS (Free & Open Source Software) seperti Linux yang legal dan hemat biaya lisensi sebagai solusi alternatif. Walaupun himbauan tersebut pernah dipermasalahkan IIPA, derap maju sosialisasi dan proses migrasi terus berlangsung diseluruh Indonesia yang secara konsisten didukung oleh Ristek dan Kominfo bekerjasama dengan AOSI.
Disisi lain, tidak ketinggalan adalah himbauan untuk menggunakan software legal bagi kalangan perusahan swasta dan UMKM yang saat ini mulai digalakkan. Dalam iklan diumumkan di koran Kompas (18 Oktober 2010) yang diterbitkan dalam rangka peluncuran "Kampanye Nasional Anti-Pembajakan Perangkat Lunak Komputer" telah memberi kesan adanya urgensi untuk mendorong penggunaan software legal bagi semua lapisan pelaku dan pemilik bisnis di Indonesia. Sejatinya kampanye seperti itu adalah senafas dengan harapan pencapaian dari himbauan yang diawali oleh Menpan, walaupun mungkin telah disampaikan dengan nada yang sedikit berbeda.
Untuk mensukseskan kampanye maupun himbauan yang datangnya dari berbagai pihak, pelaku bisnis tidak punya alasan untuk khawatir. Perusahan yang ingin menghemat biaya lisensi namun tetap legal, dapat memanfaatkan alternatif software berlisensi Open Source (FOSS) yang sudah sejak lama tersedia. Banyak perusahan nasional yang telah berhasil mengadopsi software legal berbasis FOSS, bertahap atau secara keseluruhan. Keuntungan yang diperoleh para pelaku bisnis dalam memanfaatkan FOSS adalah signifikan, terutama peningkatan daya saing perusahan mereka berkat penghematan biaya operasional dan sepanjang masa bebas dari ketergantungan vendor tunggal.


Untuk mensukseskan kampanye maupun himbauan yang datangnya dari berbagai pihak, pelaku bisnis tidak punya alasan untuk khawatir. Perusahan yang ingin menghemat biaya lisensi namun tetap legal, dapat memanfaatkan alternatif software berlisensi Open Source (FOSS) yang sudah sejak lama tersedia. Banyak perusahan nasional yang telah berhasil mengadopsi software legal berbasis FOSS, bertahap atau secara keseluruhan. Keuntungan yang diperoleh para pelaku bisnis dalam memanfaatkan FOSS adalah signifikan, terutama peningkatan daya saing perusahan mereka berkat penghematan biaya operasional dan sepanjang masa bebas dari ketergantungan vendor tunggal.

"Barangsiapa dengan sengaja atau tidak sengaja menggunakan haknya untuk memperbanyak dan
menggunakan program FOSS yang berlisensi bebas dalam jumlah tak terbatas, baik dengan
maupun tanpa imbalan, sebaiknya mereka mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya"
Sabtu, 21 Agustus 2010
Open Invention Network Bebaskan Paten Demi Open Source
"Open Invention Network" (OIN) adalah kolaborasi sejumlah perusahan dengan tujuan mempromosikan Linux dan melindungi komunitas open source terhadap ancaman paten dan terhadap perusahan dengan model bisnis yang tidak mendukung inovasi. Model perlindungan yang diberikannya adalah dengan membiayai pembelian lisensi dan paten software, kemudian mengamalkannya atau di sharing dengan lingkungan yang berkolaborasi.
Institusi yang berbasis di Durham, NC, USA didirikan tanggal 10 Nopember 2005 oleh sekelompok perusahan termasuk IBM, Novell, Philips, Red Hat, dan Sony ini diketuai oleh Keith Bergelt sebagai chief executive (CEO). Sampai dengan April 2010, OIN telah mengantongi lebih dari 100 lisensi. Aplikasi yang dilindungi OIN, menurut Red Hat's Mark Webbink mencakup Apache, Eclipse, Evolution, Fedora Directory Server, Firefox, GIMP, GNOME, KDE, Mono, Mozilla, MySQL, Nautilus, OpenLDAP, OpenOffice.org, Open-Xchange, Perl, PostgreSQL, Python, Samba, SELinux, Sendmail, dan Thunderbird.
Pembelian lisensi terbaru Open Invention Network (OIN) yang diumumkan beberapa hari lalu adalah pembiayaan penelitian sistem keamaman untuk ponsel. Proyek dari Gail-Joon Ahn yang dibiayai OIN melakukan penelitian tentang pengamanan identitas pengguna ponsel. Kecuali itu OIN juga membeli lisensi dari Universitas Arizona untuk proyek penelitian tersebut.
Dibalik pujian, OIN dan Linux Foundation juga telah menuai kritik yang menuding upaya pembebasan mereka kurang efektif sehubungan dengan adanya tututan Oracle terhadap Google yang saat ini masih berlangsung.
Institusi yang berbasis di Durham, NC, USA didirikan tanggal 10 Nopember 2005 oleh sekelompok perusahan termasuk IBM, Novell, Philips, Red Hat, dan Sony ini diketuai oleh Keith Bergelt sebagai chief executive (CEO). Sampai dengan April 2010, OIN telah mengantongi lebih dari 100 lisensi. Aplikasi yang dilindungi OIN, menurut Red Hat's Mark Webbink mencakup Apache, Eclipse, Evolution, Fedora Directory Server, Firefox, GIMP, GNOME, KDE, Mono, Mozilla, MySQL, Nautilus, OpenLDAP, OpenOffice.org, Open-Xchange, Perl, PostgreSQL, Python, Samba, SELinux, Sendmail, dan Thunderbird.
Pembelian lisensi terbaru Open Invention Network (OIN) yang diumumkan beberapa hari lalu adalah pembiayaan penelitian sistem keamaman untuk ponsel. Proyek dari Gail-Joon Ahn yang dibiayai OIN melakukan penelitian tentang pengamanan identitas pengguna ponsel. Kecuali itu OIN juga membeli lisensi dari Universitas Arizona untuk proyek penelitian tersebut.
Dibalik pujian, OIN dan Linux Foundation juga telah menuai kritik yang menuding upaya pembebasan mereka kurang efektif sehubungan dengan adanya tututan Oracle terhadap Google yang saat ini masih berlangsung.
Senin, 09 Agustus 2010
Panduan Praktis Pemanfaatan FOSS Untuk Sektor Publik
Thierry Aimé dari kementrian keuangan Perancis bersama sembilan kementrian lainnya berhasil menyusun sebuah Panduan Praktis membahas bagaimana sebaiknya sektor publik memanfaatkan software bebas. Dokumen ini dibuat dalam bahasa Perancis dan juga telah tersedia dalam bahasa Inggris di situs Open Source Observatory and Repository [PDF: 20 halaman 400KB].
Aimé bersama autor lainnya mengawali panduan dengan bahasan tentang software dan lisensi serta sangsi terhadap pelanggaran HAKI. Kemudian dijelaskan hal yang perlu diperhatikan dan penting diketahui oleh sektor publik bila ingin memberikan pekerjaan pemrograman kepada pihak ketiga menggunakan software bebas, termasuk bila ingin mengadopsi beberapa komponen software bebas untuk digabungkan dan meningkatkan software yang ada.
Penulis juga mengingatkan bahaya terhadap kemungkinan konflik antar lisensi bebas yang beragam dan tidak kompatibel satu dengan lainnya dalam upaya menggabungkan berbagai komponen software open source menjadi satu produk. Dalam hal ini disarankan agar mengadopsi lisensi yang dikembangkan Uni Eropa yaitu European Union Public Licence (EUPL) yang diklaim kompatibel dengan banyak jenis lisensi bebas.
Aimé bersama autor lainnya mengawali panduan dengan bahasan tentang software dan lisensi serta sangsi terhadap pelanggaran HAKI. Kemudian dijelaskan hal yang perlu diperhatikan dan penting diketahui oleh sektor publik bila ingin memberikan pekerjaan pemrograman kepada pihak ketiga menggunakan software bebas, termasuk bila ingin mengadopsi beberapa komponen software bebas untuk digabungkan dan meningkatkan software yang ada.
Penulis juga mengingatkan bahaya terhadap kemungkinan konflik antar lisensi bebas yang beragam dan tidak kompatibel satu dengan lainnya dalam upaya menggabungkan berbagai komponen software open source menjadi satu produk. Dalam hal ini disarankan agar mengadopsi lisensi yang dikembangkan Uni Eropa yaitu European Union Public Licence (EUPL) yang diklaim kompatibel dengan banyak jenis lisensi bebas.
Rabu, 21 Juli 2010
Selandia Baru Akan Bebaskan Software-Patent
Parlemen negara Selandia Baru dalam proses membuat keputusan untuk memberlakukan rancangan undang-undang yang membebaskan software dari kemungkinan untuk dipatenkan. Sebagaimana diberitakan "Computer Society" Selandia Baru, kendati kelompok pendukung yang melobi untuk Software-patent memiliki dana lebih banyak, diyakini mereka harus menerima kekecewaan. Menteri perdagangan Selandia Baru Simon Power telah menyerahkan rancangan undang-undang hak paten kepada parlemen untuk memenuhi banyak tuntutan yang berpendapat bahwa memberlakukan hak paten untuk software akan berdampak menghambat inovasi serta kebebasan untuk bersaing.
Dua perusahan software terkemuka di Selandia Baru Orion Health dan Jade Corporation disebutkan sebagai pendorong utama rancangan undang-undang paten yang akan disahkan dalam waktu dekat itu, dan memperkokoh alasan untuk membebaskan software dari hak paten yang dianggap mereka tidak cocok untuk industri software. Membuat inovasi yang cepat merupakan jaminan terbaik terhadap kemampuan bersaing dibandingkan perlindungan menggunakan hak paten disamping telah terbukti bahwa software-patent ternyata kontraproduktif.
Dua perusahan software terkemuka di Selandia Baru Orion Health dan Jade Corporation disebutkan sebagai pendorong utama rancangan undang-undang paten yang akan disahkan dalam waktu dekat itu, dan memperkokoh alasan untuk membebaskan software dari hak paten yang dianggap mereka tidak cocok untuk industri software. Membuat inovasi yang cepat merupakan jaminan terbaik terhadap kemampuan bersaing dibandingkan perlindungan menggunakan hak paten disamping telah terbukti bahwa software-patent ternyata kontraproduktif.
Langganan:
Postingan (Atom)